Pages

Selasa, 16 Oktober 2012

Fungsi elektrolit bagi tubuh

Tubuh kita ini adalah ibarat suatu jaringan listrik yang begitu kompleks, didalamnya terdapat beberapa ‘pembangkit’ lokal seperti jantung, otak dan ginjal. Juga ada ‘rumah-rumah’ pelanggan berupa sel-sel otot. Untuk bisa mengalirkan listrik ini diperlukan ion-ion yang akan mengantarkan ‘perintah’ dari pembangkit ke rumah-rumah pelanggan. Ion-ion ini disebut sebagai elektrolit. Ada dua tipe elektrolit yang ada dalam tubuh, yaitu kation (elektrolit yang bermuatan positif) dan anion (elektrolit yang bermuatan negatif). Masing-masing tipe elektrolit ini saling bekerja sama mengantarkan impuls sesuai dengan yang diinginkan atau dibutuhkan tubuh.
Beberapa contoh kation dalam tubuh adalah Natrium (Na+), Kaalium (K+), Kalsium (Ca2+), Magnesium (Mg2+). Sedangkan anion adalah Klorida (Cl-), HCO3-, HPO4-, SO4-. Dalam keadaan normal, kadar kation dan anion ini sama besar sehingga potensial listrik cairan tubuh bersifat netral. Pada cairan ektrasel (cairan diluar sel), kation utama adalah Na+ sedangkan anion utamanya adalah Cl-.. Sedangkan di intrasel (di dalam sel) kation utamanya adalah kalium (K+).
Disamping sebagai pengantar aliran listrik, elektrolit juga mempunyai banyak manfaat, tergantung dari jenisnya. Contohnya :
  • Natrium     : fungsinya sebagai  penentu utama osmolaritas dalam darah dan pengaturan volume ekstra sel.
  • Kalium       : fungsinya mempertahankan  membran potensial elektrik dalam tubuh.
  • Klorida      : fungsinya mempertahankan tekanan osmotik, distribusi air pada berbagai cairan tubuh dan keseimbangan anion dan kation dalam cairan ekstrasel.
  • Kalsium     : fungsi utama kalsium adalah sebagai penggerak dari otot-otot, deposit utamanya berada di tulang dan gigi, apabila diperlukan, kalsium ini dapat berpindah ke dalam darah.
  • Magnesium : Berperan penting dalam aktivitas elektrik jaringan, mengatur pergerakan Ca2+ ke dalam otot serta memelihara kekuatan kontraksi jantung dan kekuatan pembuluh darah tubuh.
Tidak semua elektrolit akan kita bahas, hanya kalium dan natrium yang akan kita bahas. Ada dua macam kelainan elektrolit yang terjadi ; kadarnya terlalu tinggi (hiper) dan kadarnya terlalu rendah (hipo). Peningkatan kadar konsentrasi Natrium dalam plasma darah atau disebut hipernatremia akan mengakibatkan kondisi tubuh terganggu seperti kejang akibat dari gangguan listrik di saraf dan otot tubuh. Natrium yang juga berfungsi mengikat air juga mengakibatkan meningkatnya tekanan darah yang akan berbahaya bagi penderita yang sudah menderita tekanan darah tinggi. Sumber natrium berada dalam konsumsi makanan sehari-hari kita; garam, sayur-sayuran dan buah-buahan banyak mengandung elektrolit termasuk natrium.
Banyak kondisi yang mengakibatkan meningkatnya kadar natrium dalam plasma darah. Kondisi dehidrasi  akibat kurang minum air, diare, muntah-muntah, olahraga berat, sauna menyebabkan tubuh kehilangan banyak air sehingga darah menjadi lebih pekat dan kadar natrium secara relatif juga meningkat. Adanya gangguan ginjal seperti pada penderita Diabetes dan Hipertensi juga menyebabkan tubuh tidak bisa membuang natrium yang berlebihan dalam darah. Makan garam berlebihan serta penyakit yang menyebabkan peningkatan berkemih (kencing) juga meningkatkan kadar natrium dalam darah.
Sedangkan hiponatremia atau menurunnya kadar natrium dalam darah dapat disebabkan oleh kurangnya diet makanan yang mengandung natrium, sedang menjalankan terapi dengan obat diuretik (mengeluarkan air kencing dan elektrolit), terapi ini biasanya diberikan dokter kepada penderita hipertensi dan jantung, terutama yang disertai bengkak akibat tertimbunnya cairan. Muntah-muntah yang lama dan hebat juga dapat menurunkan kadar natrium darah, diare apabila akut memang dapat menyebabkan hipernatremia tapi apabila berlangsung lama dapat mengakibatkan hiponatremia, kondisi darah yang terlalu asam (asidosis) baik karena gangguan ginjal maupun kondisi lain misalnya diabetes juga dapat menjadi penyebab hiponatremia. Akibat dari hiponatremia sendiri relatif sama dengan kondisi hipernatremia, seperti kejang, gangguan otot dan gangguan syaraf.
Disamping natrium, elektrolit lain yang penting adalah kalium. Fungsi kalium sendiri mirip dengan natrium, karena kedua elektrolit ini ibarat kunci dan anak kunci yang saling bekerja sama baik dalam mengatur keseimbangan osmosis sel, aktivitas saraf dan otot serta keseimbangan asam – basa.
Kondisi hiperkalemia atau meningkatnya kadar kalium dalam darah menyebabkan gangguan irama jantung hingga berhentinya denyut jantung, Kondisi ini merupakan kegawatdaruratan yang harus segera diatasi karena mengancam jiwa. Beberapa hal yang menjadi penyebab meningkatnya kadar kalium adalah pemberian infus yang mengandung kalium, dehidrasi, luka bakar berat, kenjang, meningkatnya kadar leukosit darah, gagal ginjal, serangan jantung dan meningkatnya keasaman darah karena diabetes. Keadaan hiperkalemia ini biasanya diketahui dari keluhan berdebar akibat detak jantung yang tidak teratur, yang apabila dilakukan pemeriksaan rekam jantung menunjukkan gambaran yang khas.
Kondisi yang berkebalikan terjadi pada hipokalemia, penderita biasanya mengeluhkan badannya lemas dan tak bertenaga. Hal ini terjadi mengingat fungsi  kalium dalam menghantarkan aliran saraf di otot maupun tempat lain. Penyebab hipokalemia lebih bervariasi, penurunan konsumsi kalium akibat kelaparan yang lama dan pasca operasi yang tidak mendapatkan cairan mengandung kalium secara cukup adalah penyebab hipokalemia. Terapi insulin pada diabet dengan hiperglikemia, pengambilan glukosa darah ke dalam sel serta kondisi darah yang basa (alkalosis) menyebabkan kalim berpindah dari luar sel (darah) ke dalam sel-sel tubuh.Akibatnya kalium dalam darah menjadi menurun.
Kehilangan cairan tubuh yang mengandung kalium seperti muntah berlebih, diare, terapi diuretik, obat-obatan, dan beberapa penyakit seperti gangguan ginjal dan sindroma Cushing (penyakit akibat gangguan hormon) juga menyebabkan penurunan kalium dalam darah. Penanganan kondisi hipokalemia adalah dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung kalium tinggi seperti buah-buahan, mengobati penyakit penyebabnya dan apabila kadar kalium darah rendah sekali dapat dikoreksi dengan memasukkan kalium melalui infus.

Kamis, 11 Oktober 2012

kelainan katup jantung


BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Kelainan Katup Jantung
     Katup jantung bekerja mengatur aliran darah melalui jantung ke arteria pulmonal dan aorta dengan cara membuka dan menutup pada saat yang tepat ketika jantung berkontraksi dan berelaksasi selama siklus jantung.
      Katup arterioventrikuler memisahkan atrium dan ventrikel, terdiri atas katup trikuspidalis yang membagi atrium kanan dan ventrikel kanan, serta katup mitral atau bikuspidalis yang membagi atrium kiri dan ventrikel kiri.
      Katup semilunaris terletak antara ventrikel dan arteri yang bersangkutan. Katup pulmonal terletak antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis, sedang katup aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta.
       Bila salah satu katup jantung tidak terbuka atau tertutup dengan baik maka akan mempengaruhi aliran darah. Bila katup tidak dapat membuka secara sempurna ( biasanya karena stenosis ), akibatnya aliran darah melaui katup tersebut berkurang. Bila katup tidak dapat menutup secara sempurna darah akan mengalami kebocoran sebagai proses yang di sebut regurgitasi atau insufisiensi.
      Kelainan katup mitral dibagi menjadi beberapa kategori yaitu : prolaps katup mitral, stenosis mitral, dan insufisiensi atau regurgitasi mitral. Kelainan katup aorta dikategorikan sebagai: stenosis aorta dan insufisiensi atau regurgitasi aorta. Perbedaan kelainan aorta tersebut menimbulkan berbagai gejala, tergantung beratnya dan mungkin memerlukan perbaikan secara bedah atau penggantian untuk mengoreksi masalah. Pada pokok bahasan selanjutnya akan di bahas satu persatu tipe gangguan katup.
           
2.2 Tipe Gangguan Katup
A. STENOSIS MITRAL
           Stenosis mitral adalah penebalan progesif dan pengerutan bilah-bilah katup mitral, yang menyebabkan penyempitan lumen dan sumbatan progesif aliran darah. Sehingga katup mitral tidak membuka sempurna saat diastolic dan terjadi bising diastolic ketika darah masuk dari atrium sinistrum menuju ventrikulus sinister. Penyebab stenosis mitral adalah demam reumatik yang terdapat adhesi atau fibrosis pada korda tendinea kordis. Penyebab yang non reumatik adalah mioma mitral, vegetasi bacterial, dan thrombosis. Demam reumatik dapat mengakibatkan penebalan katup karena klasifikasi dan fibrotic jaringan. Terjadi fusi pada daun-daun katup (daun-daun menjadi satu), kaku, dan, imobil. Korda tendinea kordis juga menjadi tebal dan pendek, orifisium mitral semakin sempit. Pembukaan yang normal 4-6 cm menjadi hanya 1 cm. stenosis katup mitral akan membuat tekanan atrium kiri meningkat karena tidak semua darah melewati katup yang sempit.
           Hipertrofi atrium akan timbul. Tekanan yang tinggi pada atrium kiri akan mengakibatkan hipertensi pulmonal dan kongesti pulmonal. Tekanan pulmonal yang makin meningkat akan mengganggu fungsi ventrikel kanan yang dapat mencetuskan kegagalan jantung kanan. Darah yang masuk ke dalam ventrikel kiri berkurang, akibatnya curah jantung berkurang juga dan berakhir dengan gagal jantung.
      Gejala-gejala stenosis mitral tidak dirasakan selama 20 tahun setelah serangan pertama reumatik karditis. Tanda-tanda timbul perlahan, bergantung pada beratnya stenosis. Tanda-tanda utamanya adalah :
1.      Dispnea karena peningkatan tekanan pulmonal.
a.  Dispnea waktu melakukan kegiatan. Dispnea juga karena stress, infeksi respiratory, hubungan seksual.
b.      Dispnea nocturnal paroksimal muncul tiba-tiba dan berhenti tiba-tiba.
c.       Ortopnea.

2.      Kelelahan, cepat lelah karena curah jantung yang kurang.
3.      Tanda-tanda kegagalan jantung kanan ( distensi vena jugular, edema hepatomegali).
4.      Denyut nadi lemah dan sering tidak teratur, karena terjadi fibrilasi atrial yang terjadi sebagai akibat dari dilatasi dan hipertrofi atrium
5.      Disritmia atrium permanen karena arteri tidak stabil secara elektris
6.      Hemoptisis ( batuk darah )
Uji Diagnostik untuk stenosis mitral
1.      Ekokardiogram, prosedur paling aman karena non-invasif. Dapat menunjukkan obstruksi aliran darah, fusi daun-daun katup.
2.      EKG, perubahan pada EKG menunjukkan adanya hipertrofi ventrikel kanan.
3.      Sinar-X toraks, terlihat pembesaran atrium kiri.
4.      Kateterisasi jantung, prosedur invasive yang dapat menunjukkan curah jantung, fungsi daun-daun katup, dan tekanan arteria pulmonal yang meningkat.
Penatalaksanaan keperawatan
1.      Terapi antibiotik untuk mencegah berulangnya infeksi
2.      Intervensi bedah meliputi komisurotomi untuk membuka atau “menyobek” komisura katup mitral yang lengket atau mengganti katup mitral dengan katup protesa.
B. REGURITASI MITRAL
Regurgitasi/insufisiensi artinya menutup tidak sempurna selama sistole. Katup mitral menutup saat sistolik sehingga terjadi bising sistolik. Ruang jantung yang membesar yaitu atrium kiri. ventrikel kiri. Sistolik yaitu keadaan di mana ventrikel memompa darah ke seluruh tubuh. Tapi katup mitral tidak menutup sempurna akibatnya terjadi kebocoran darah menuju atrium sinistrum.
Pada insufisiensi mitral atau regurgitasi mitral, sebagian darah ventrikel mengalir kembali ke atrium kiri melalui katup mitral yang otot-otot papilarinya melemah dan fibrtik. Regurgitasi darah ke dalam atrium kiri dan ventrikel kiri mengakibatkan pemuaian dan hipertrofi. Akibat dari hipertrofi atrium kiri adalah tekanan vena pulmonal meningkat, timbul edema paru, dan kegagalan jantung kanan.
Tanda-tanda regurgitasi mitral
1.      Keluhan utama adalah kelelahan dan kelemahan karena curah jantung berkurang.
2.      Karena ada kegagalan jantung kanan akan Nampak tanda-tanda kongesti hepar ( edema, distensi vena jugular, dan acites).
3.      Dispnea.
4.      Palpitasi jantung ( berdebar )
5.      Batuk akibat kongesti paru pasif kronis
6.      Denyut nadi kadang tidak teratur akibat ekstra sistole atau fibrilasi atrium yang bisa menetap selamanya
     Uji Diagnostik yang diperlukan meliputi :
1.      Ekokardiogram, menunjukkan adanya prolaps daun-daun katup mitral, rupture korda tendinea kordis, dan hipertrofi atrium kiri dan ventrikel kiri.
2.      EKG juga menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri.
     Penatalaksanaan keperawatan
     Sama dengan gagal jantung kongesif yaitu melakukan bedah pergantian katup.
C. STENOSIS AORTA
Pengerasan dan penyempitan katup aorta akan menyumbat aliran darah dari ventrikel kiri ketika systole. Oleh karena itu, ventrikel kiri harus mempompa darah lebih kuat, akibatnya timbul hipertrofi pada ventrikel tersebut. Makin lama, ventrikel yang membesar ini tidak dapat mempompa darah ke aorta lewat katupnya yang sempit dan mengakibatkan berkurangnya curah jantung. Di atrium kiri, tekanan juga meningkat karena tidak dapat mengosongkan biliknya dengan efektif, akibatnya tekanan pulmonal meningkat dan timbul kongesti pulmonal.
Hipertrofi ventrikel kiri akan mengakibatkan meningkatnya kebutuhan oksigen oleh miokardium, tetapi arteria koronaria mengalami kompresi. Kompresi ini mengganggu suplai darah ke miokardium dan menimbulkan angina dan iskemia pada miokardium. Gejala dapat dirasakan pada saat umur 40-50 tahun karena ventrikel mampu mengadakan kompensasi.
Pada orang dewasa stenosis bisa merupakan kelainan bawaan atau dapat sebagai akibat dari endokarditis rematik atau kalsifikasi kuspis dengan penyebab yang tak diketahui.
       Manifestasi klinis stenosis aorta
1.      Dispnea ketika melakukan kegiatan yang merupakan manifestasi dekompensasi ventrikel kiri terhadap kongesti paru
2.      Angina pectoris merupakan gejala yang sering timbul karena meningkatnya kebutuhan oksigen akibat meningkatnya beban kerja ventrikel kiri dan hipertrofi miokardium.
3.      Sinkope ketika melakukan kegiatan


       Gejala-gejala lain dapat timbul, meliputi :
1.      Kehabisan tenaga
2.      Ortopnea
3.      Dispnea nocturnal parosikmal
4.      Edema paru
5.      Tanda kegagalan jantung kanan ( hepatomegali, edema, asites)
       Penatalaksanaan keperawatan
      Penatalaksanaan yang sesuai adalah dengan penggantian aorta secara bedah. Terdapat resiko kematian mendadak pada pasien yang diobati saja tanpa tidakan bedah. Keadaan yang tidak dikoreksi tersebut dapat menyebabkan gagal jantung permanen yang tidak berespon terhadap terapi medis.
D. INSUFISIENSI AORTA ( REGURGITASI )
           Insufisiensi aorta disebabkan oleh lesi peradangan yang merusak bentuk bilah katup aorta, sehingga masing-masing bilah tidak bisa menutup lumen aorta dengan rapat selama diastole dan akibatnya menyebabkan aliran balik darah dari aorta ke ventrikel kiri. Defek katup ini bisa disebabkan oleh endokarditis, kelainan bawaan, atau penyakit seperti sifilis dan pecahnya aneurisma yang menyebabkan dilatasi atau sobekan aorta assendens.
          Karena kebocoran katup aorta saat diatole, maka sebagian darah dalam aorta, yang biasanya bertekanan tinggi, akan mengalir ke ventrikel kiri, sehingga ventrikel kiri harus mengatasi keduanya yaitu mengirim darah yang secara normal diterima dari atrium kiri ke ventrikel melaui lumen ventrikel, maupun darah yang kembali dari aorta. Ventrikel kiri kemudian melebar hipertrofi untuk mengakomodasi peningkatan volume ini, demikian juga akibat tenaga mendorong yang lebih dari normal untuk memompa darah, menyebabkan tekanan darah sistolik meningkat. Sistem kardiovaskular berusaha mengkompensasi melalui refleks dilatasi pembuluh darah; arteri perifer melemas, sehingga tahanan perifer turun dan tekanan diastolik turun drastis.
       Manifestasi klinis regurgitasi aorta
1.      Debar jantung bertambah kuat
2.      Denyutan arteri dapat jelas terlihat atau teraba di prekordium
3.      Denyutan arteri leher juga terlihat, karena meningkatnya tekanan dan volume darah yang diejeksikan dari ventrikel kiri yang mengalami hipertrofi
4.      Dispnue saat latihan dan mudah letih
       Penatalaksanaan keperawatan
      Penggantian katup aorta adalah terapi pilihan, tetapi kapan waktu yang tepat untuk penggantian katup masih kontroversial. Pembedahan dianjurkan pada semua pasien dengan hipertrofi ventrikel kiri tanpa memperhatikan ada atau tidaknya gejala lain. Bila pasien mengalami gagal jantung kongesif, harus diberikan penatalaksanaan medis sampai dilakukannya pembedahan.

DAFTAR PUSTAKA

Baradero Mary dkk.2008. Klien Gangguan Kardiovaskuler. Jakarta :EGC
Smeltzer Suzanne C, Bare Brenda G. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.